Boleh Ngga’ Aku Berprediksi ?
Bahasa kalimat di atas, bukanlah merupakan bahasa yang sifatnya umum. Agar mudah, maka kalimat itu akan aku ubah menjadi kalimat yang sifatnya umum. Boleh ngga’ aku mempunyai perkiraan ? Dengan demikian kalimat ini merupakan sinonim kalimat di atas. Terlepas dari perkara kalimat diatas (berprediksi atau perkiraan), aku akan menarik pada sebuah suasana yaitu pada sebuah suasana yang sedang terjadi, dan sungguh dalam suasana itu ada sesuatu yang menarik, karena pada sesuatu didalam suasana itu terdapat hal yang menarik, boleh ngga’ aku berprediksi atau bolehkah aku mempunyai perkiraan atas suasana dari sesuatu, sesuatu yang sedang terjadi yang menyelimuti keagungan ibu pertiwi ? Dan sungguh Allah telah bekalkan rahmat kepada Ibu Pertiwi, ibu pertiwi yang cantik molek penuh pesona yang bergaun kemerdekaan, kini dan saat ini seakan – akan ada yang mencoba mengganti gaun ibu pertiwi, yang gaun itu dirajut oleh kenistaan dan para perajut – perajutnya adalah para pendusta, untung saja pesona dan kecantikan serta kemolekan ibu pertiwi tak surut, hingga keagungan dan kemuliaan ibu pertiwi masih mampu mengikat siapa saja yang berjiwa nasionalisme, juga masih mampu memikat siapa saja yang masih berpegang teguh pada budaya bangsa, sungguh ibu pertiwi kecantikanmu akan tetap abadi.....
Wahai ibu pertiwi, padaku engkau ajarkan jiwa gagah kesatria, tanpa pamrih, itulah jiwa patriot. Dan aku adalah salah satu patriot bangsa ini yang tidak mudah tergoyah dada dan jiwa ini, walaupun tertindas sekalipun, aku tidak mau menjadi pengkhianat negari ini. Betapa tidak, tidak ada satu alasan dari arah mana saja dan kapanpun jua, agar aku tidak mencintai ibu pertiwi bahkan sampai berkhianat.
Wahai ibu pertiwi, dengan ktabahan dan kemuliaanmu, engkau sanggup menjadi saksi atas dikuburnya ribuan bahkan jutaan para pahlawan dan katamu dia adalah kusuma bangsa, pandai sekali engkau ibu pertiwi dalam menghibur dirimu sendiri. Darah yang berbau amis, setelah engkau hirup, katamu bau itu bau darah rela berkorban atas jiwa – jiwa suci, jiwa – jiwa pejuang negeri ini sampai merdeka, itulah keharuman abadi katamu.
Wahai ibu pertiwi, engkau bekalkan Islam sebagai agama penyempurna yang diturunkan kepada negeri ini melalui wali – wali Allah, hingga atas Islam kami saling mengenal agama – agama yang lain. Padaku dan pada semua, dan sampai sekarang, engkau tanamkan budaya gotong – royong tanpa pamrih dan saling menjunjung tinggi kebersamaan, satu nusa satu bangsa, katamu itulah ikatan tali persaudaraan. Dan engkau tanamkan pula pada dada jiwa kami, dalam perbedaan sesungguhnya ada kebersamaan, bahasa yang engaku tetapkan atas itu “ Bhinneka Tunggal Ika”.
Boleh ngga’ aku berpredikasi, atau mempunyai perkiraan bahwa para perajut – perajut yang menciptakan kain yang hina, mereka adalah para pendusta yang sifat kekejaman dan pengkhianatannya lebih parah dari gerakan DI atau komunisme. Sama sekali itu belum separuh dari gerakan para pendusta.
Wahai ibu pertiwi, kenapa dari tadi engkau diam, padahal aku sudah banyak bicara, sungguh aku jadi bingung, apakah engkau sedang sedih dan sakit hatinya, hingga engkau marah diam seribu bahasa ataukah engkau sedang memperhatikan aku ? Siapa tahu engkau menuduhku sebagai pendusta negeri ini, sungguh aku bukan pendusta negeri ini, wahai ibu pertiwi, ataukah engkau sedang terpesona kepadaku, ditengah jagad separah ini, masih ada orang gagah seperti aku ?
Wahai ibu pertiwi, kalau engkau tidak mau menjawab cobalah tersenyum untukku, sebetulnya aku anak keberapa darimu ? Berkali – akli aku mencoba bertanya dan menggoda, ibu pertiwi tetap diam seribu bahasa. Sudahlah ibu pertiwi, aku tidak akan memaksamu, yang jelas aku tidak akan pernah kecewa atas sikapmu, bahkan sebaliknya, aku akan lebih mencintai dan menyayangimu agar ketinggian martabatmu tetap abadi. Yang jelas aku akan bercerita kepadamu, wahai ibu pertiwi. Bercerita tentang sesuatu, sesuatu yang sesungguhnya engkau sendiri melihat, maka beri aku kesempatan dan waktu. Namanya saja kau sedang berpredikasi atau mempunyai perkiraan, bahwa telah terjadi di negeri ini sebuah pertandingan yang memperebutkan piala bergilir “ REFORMASI ” dan piala bergilir itu di dapat dari sponsor pihak asing, mengapa aku sebut pihak asing ? Gampangnya karena aku tidak kenal dan mengenal, karena mereka bukan rakyat bangsa ini, yang jelas piala reformasi itu tidak akan diberikan kepada siapapun atas nama bangsa Indonesia, melainkan tetap dipegang oleh pihak asing. Mereka pihak asing, hanya menginginkan negeri ini hancur berantakan.
Wahai ibu pertiwi, pialamu yang agung yang lebih besar dan lebih tinggi sama sekali saat sekarang ini tidak terbaca yaitu : Piala menjunjung tinggi kemerdekaan. Piala itu dalam kaca keagungan, kaca itu untuk menjaga piala itu, dan piala itu diberikan kepada anak – anak pertiwi yang mampu mangisi dan membangun negeri ini.
Wahai ibu pertiwi, saat ini piala reformasi menjadi buah bibir setiap insan Indonesia. Betapa hebat pihak asing itu, wahai ibu pertiwi, mereka membuat bulatan bola besar yang amat besar, yang sungguh di dalam bulatan bola itu terdapat makhluk ganas menyeram kan lagi jahat, yang tidak segan – segan makhluk itu membunuh serta menghancurkan siapa saja yang mau menyingkirkan bola itu. Setelah aku perhatikan ternyata bola itu tercipta dari bahan – bahan yang kualitasnya mempunyai kualitas super, diantara bahan bulatan bola itu tiada lain adalah dibuat dari bahan isue politik, yang bertujuan mengganggu gugat ideologi, isue keamanan yang bertujuan mengganggu gugat perdamaian, isue ekonomi dan kesehatan yang bertujuan mengganggu gugat ketentraman, isue hukum yang bertujuan mengarah pada kehancuran, isue agama yang bertujuan untuk memecah belah, isue teroris yang mengarah pada sifat adu domba, serta isue pendidikan yang mengarah pada tingkat pembodohan. Mengapa demikian ? Karena mereka melihat kekuatan moral bangsa Indonesia, yaitu Pancasila yang merupakan payung kekuatan terkuat diantara bangsa – bangsa di dunia, sebagai tameng perisai kejayaan bangsa Indonesia. Maka dengan serta merta pihak asing menciptakan bola yang berukuran besar yang sengaja digelindingkan di atas pangkuanmu, wahai ibu pertiwi, maka bagi yang bermain bola, mereka akan terlarut dalam permainan itu, dan bagi mereka yang suka menonton paling tidak ingin mencoba menendang bola itu, dan bagi yang tidak suka bermain dan merasa terganggu pasti ingin menyingkrkan bola itu. Kini semua anak – anakmu, wahai ibu pertiwi, hampir semua terjebak oleh permainan bola itu, karena sesungguhnya aku sendiri ingin menghalau bola itu agar tidak samapi dihadapanmu, dengan begitu sama saja aku telah terlarut juga oleh permainan bola itu. Padahal setiap kali bola itu di bawa oleh satu kelompok atau oleh individu (perorangan), makhluk yang didalamnya akan keluar dan membunuh dengan menghancurkan siapa saja. Sudah banyak korban orang – orang yang mati oleh permainan bola itu dan piala reformasi sampai hari ini belum bergeser. Piala itu masih dipegang oleh panitia penyelenggara yaitu pihak asing. Siapa saja hampir tertipu oleh permainan bola itu dan siapa saja akan menjadi korban permainan bola itu. Hanya ada satu jalan untuk mengatasi itu semua, hentikan permainan bola itu yang memperebutkan piala reformasi, maka kita kembali ke Ideologi dan Pancasila, kita ganti dengan piala menjunjung tinggi kemerdekaan, karena ibu pertiwi telah menjadi saksi atas gugurnya para pahlawan yang menjunjung tinggi martabat bangsa, hingga Indonesia jaya di atas mata bangsa – bangsa sedunia.
Merdeka ! Hati – hati atas pesan para sponsor, ibu pertiwi kita tidak pernah kena flu apalagi antraks, dan tidak pernah pula ibu pertiwi kita melahirkan para teroris, ibu pertiwi tidak pernah mengajarkan ajaran pembodohan melainkan ajaran agama dan ajaran moral Pancasila, dan ibu pertiwi masih sanggup memberikan baju dan makanan samapai dunia ini kiamat.
Bhinneka Tunggal Ika ! Itu adalah pesan maklumat bangsa, apakah para RW dan RT setuju ? Saya yakin setuju untuk kembali kepada ideologi dan Pancasila, maka kepada seluruh rakyat Indonesia, biarkanlah bola itu menggelinding sa’karepe dewe, biar habis di makan matahari yang lebih besar ! Ayo bareng – bareng kita menghadap Allah, berserah dan pasrah, saling legowo dalam menghadapi setiap permasalahan. Rawe – rawe rantas, malang – malang patung, sekali NKRI tetap Indonesia, sekali merdeka tetap berpegang teguh pada Ideologi dan Pancasila.
Aas nama Bangsa Indonesia, para pahlawan serta leluhur bangsa dan seluruh rakyat yang berjiwa patriot.
Bahasa kalimat di atas, bukanlah merupakan bahasa yang sifatnya umum. Agar mudah, maka kalimat itu akan aku ubah menjadi kalimat yang sifatnya umum. Boleh ngga’ aku mempunyai perkiraan ? Dengan demikian kalimat ini merupakan sinonim kalimat di atas. Terlepas dari perkara kalimat diatas (berprediksi atau perkiraan), aku akan menarik pada sebuah suasana yaitu pada sebuah suasana yang sedang terjadi, dan sungguh dalam suasana itu ada sesuatu yang menarik, karena pada sesuatu didalam suasana itu terdapat hal yang menarik, boleh ngga’ aku berprediksi atau bolehkah aku mempunyai perkiraan atas suasana dari sesuatu, sesuatu yang sedang terjadi yang menyelimuti keagungan ibu pertiwi ? Dan sungguh Allah telah bekalkan rahmat kepada Ibu Pertiwi, ibu pertiwi yang cantik molek penuh pesona yang bergaun kemerdekaan, kini dan saat ini seakan – akan ada yang mencoba mengganti gaun ibu pertiwi, yang gaun itu dirajut oleh kenistaan dan para perajut – perajutnya adalah para pendusta, untung saja pesona dan kecantikan serta kemolekan ibu pertiwi tak surut, hingga keagungan dan kemuliaan ibu pertiwi masih mampu mengikat siapa saja yang berjiwa nasionalisme, juga masih mampu memikat siapa saja yang masih berpegang teguh pada budaya bangsa, sungguh ibu pertiwi kecantikanmu akan tetap abadi.....
Wahai ibu pertiwi, padaku engkau ajarkan jiwa gagah kesatria, tanpa pamrih, itulah jiwa patriot. Dan aku adalah salah satu patriot bangsa ini yang tidak mudah tergoyah dada dan jiwa ini, walaupun tertindas sekalipun, aku tidak mau menjadi pengkhianat negari ini. Betapa tidak, tidak ada satu alasan dari arah mana saja dan kapanpun jua, agar aku tidak mencintai ibu pertiwi bahkan sampai berkhianat.
Wahai ibu pertiwi, dengan ktabahan dan kemuliaanmu, engkau sanggup menjadi saksi atas dikuburnya ribuan bahkan jutaan para pahlawan dan katamu dia adalah kusuma bangsa, pandai sekali engkau ibu pertiwi dalam menghibur dirimu sendiri. Darah yang berbau amis, setelah engkau hirup, katamu bau itu bau darah rela berkorban atas jiwa – jiwa suci, jiwa – jiwa pejuang negeri ini sampai merdeka, itulah keharuman abadi katamu.
Wahai ibu pertiwi, engkau bekalkan Islam sebagai agama penyempurna yang diturunkan kepada negeri ini melalui wali – wali Allah, hingga atas Islam kami saling mengenal agama – agama yang lain. Padaku dan pada semua, dan sampai sekarang, engkau tanamkan budaya gotong – royong tanpa pamrih dan saling menjunjung tinggi kebersamaan, satu nusa satu bangsa, katamu itulah ikatan tali persaudaraan. Dan engkau tanamkan pula pada dada jiwa kami, dalam perbedaan sesungguhnya ada kebersamaan, bahasa yang engaku tetapkan atas itu “ Bhinneka Tunggal Ika”.
Boleh ngga’ aku berpredikasi, atau mempunyai perkiraan bahwa para perajut – perajut yang menciptakan kain yang hina, mereka adalah para pendusta yang sifat kekejaman dan pengkhianatannya lebih parah dari gerakan DI atau komunisme. Sama sekali itu belum separuh dari gerakan para pendusta.
Wahai ibu pertiwi, kenapa dari tadi engkau diam, padahal aku sudah banyak bicara, sungguh aku jadi bingung, apakah engkau sedang sedih dan sakit hatinya, hingga engkau marah diam seribu bahasa ataukah engkau sedang memperhatikan aku ? Siapa tahu engkau menuduhku sebagai pendusta negeri ini, sungguh aku bukan pendusta negeri ini, wahai ibu pertiwi, ataukah engkau sedang terpesona kepadaku, ditengah jagad separah ini, masih ada orang gagah seperti aku ?
Wahai ibu pertiwi, kalau engkau tidak mau menjawab cobalah tersenyum untukku, sebetulnya aku anak keberapa darimu ? Berkali – akli aku mencoba bertanya dan menggoda, ibu pertiwi tetap diam seribu bahasa. Sudahlah ibu pertiwi, aku tidak akan memaksamu, yang jelas aku tidak akan pernah kecewa atas sikapmu, bahkan sebaliknya, aku akan lebih mencintai dan menyayangimu agar ketinggian martabatmu tetap abadi. Yang jelas aku akan bercerita kepadamu, wahai ibu pertiwi. Bercerita tentang sesuatu, sesuatu yang sesungguhnya engkau sendiri melihat, maka beri aku kesempatan dan waktu. Namanya saja kau sedang berpredikasi atau mempunyai perkiraan, bahwa telah terjadi di negeri ini sebuah pertandingan yang memperebutkan piala bergilir “ REFORMASI ” dan piala bergilir itu di dapat dari sponsor pihak asing, mengapa aku sebut pihak asing ? Gampangnya karena aku tidak kenal dan mengenal, karena mereka bukan rakyat bangsa ini, yang jelas piala reformasi itu tidak akan diberikan kepada siapapun atas nama bangsa Indonesia, melainkan tetap dipegang oleh pihak asing. Mereka pihak asing, hanya menginginkan negeri ini hancur berantakan.
Wahai ibu pertiwi, pialamu yang agung yang lebih besar dan lebih tinggi sama sekali saat sekarang ini tidak terbaca yaitu : Piala menjunjung tinggi kemerdekaan. Piala itu dalam kaca keagungan, kaca itu untuk menjaga piala itu, dan piala itu diberikan kepada anak – anak pertiwi yang mampu mangisi dan membangun negeri ini.
Wahai ibu pertiwi, saat ini piala reformasi menjadi buah bibir setiap insan Indonesia. Betapa hebat pihak asing itu, wahai ibu pertiwi, mereka membuat bulatan bola besar yang amat besar, yang sungguh di dalam bulatan bola itu terdapat makhluk ganas menyeram kan lagi jahat, yang tidak segan – segan makhluk itu membunuh serta menghancurkan siapa saja yang mau menyingkirkan bola itu. Setelah aku perhatikan ternyata bola itu tercipta dari bahan – bahan yang kualitasnya mempunyai kualitas super, diantara bahan bulatan bola itu tiada lain adalah dibuat dari bahan isue politik, yang bertujuan mengganggu gugat ideologi, isue keamanan yang bertujuan mengganggu gugat perdamaian, isue ekonomi dan kesehatan yang bertujuan mengganggu gugat ketentraman, isue hukum yang bertujuan mengarah pada kehancuran, isue agama yang bertujuan untuk memecah belah, isue teroris yang mengarah pada sifat adu domba, serta isue pendidikan yang mengarah pada tingkat pembodohan. Mengapa demikian ? Karena mereka melihat kekuatan moral bangsa Indonesia, yaitu Pancasila yang merupakan payung kekuatan terkuat diantara bangsa – bangsa di dunia, sebagai tameng perisai kejayaan bangsa Indonesia. Maka dengan serta merta pihak asing menciptakan bola yang berukuran besar yang sengaja digelindingkan di atas pangkuanmu, wahai ibu pertiwi, maka bagi yang bermain bola, mereka akan terlarut dalam permainan itu, dan bagi mereka yang suka menonton paling tidak ingin mencoba menendang bola itu, dan bagi yang tidak suka bermain dan merasa terganggu pasti ingin menyingkrkan bola itu. Kini semua anak – anakmu, wahai ibu pertiwi, hampir semua terjebak oleh permainan bola itu, karena sesungguhnya aku sendiri ingin menghalau bola itu agar tidak samapi dihadapanmu, dengan begitu sama saja aku telah terlarut juga oleh permainan bola itu. Padahal setiap kali bola itu di bawa oleh satu kelompok atau oleh individu (perorangan), makhluk yang didalamnya akan keluar dan membunuh dengan menghancurkan siapa saja. Sudah banyak korban orang – orang yang mati oleh permainan bola itu dan piala reformasi sampai hari ini belum bergeser. Piala itu masih dipegang oleh panitia penyelenggara yaitu pihak asing. Siapa saja hampir tertipu oleh permainan bola itu dan siapa saja akan menjadi korban permainan bola itu. Hanya ada satu jalan untuk mengatasi itu semua, hentikan permainan bola itu yang memperebutkan piala reformasi, maka kita kembali ke Ideologi dan Pancasila, kita ganti dengan piala menjunjung tinggi kemerdekaan, karena ibu pertiwi telah menjadi saksi atas gugurnya para pahlawan yang menjunjung tinggi martabat bangsa, hingga Indonesia jaya di atas mata bangsa – bangsa sedunia.
Merdeka ! Hati – hati atas pesan para sponsor, ibu pertiwi kita tidak pernah kena flu apalagi antraks, dan tidak pernah pula ibu pertiwi kita melahirkan para teroris, ibu pertiwi tidak pernah mengajarkan ajaran pembodohan melainkan ajaran agama dan ajaran moral Pancasila, dan ibu pertiwi masih sanggup memberikan baju dan makanan samapai dunia ini kiamat.
Bhinneka Tunggal Ika ! Itu adalah pesan maklumat bangsa, apakah para RW dan RT setuju ? Saya yakin setuju untuk kembali kepada ideologi dan Pancasila, maka kepada seluruh rakyat Indonesia, biarkanlah bola itu menggelinding sa’karepe dewe, biar habis di makan matahari yang lebih besar ! Ayo bareng – bareng kita menghadap Allah, berserah dan pasrah, saling legowo dalam menghadapi setiap permasalahan. Rawe – rawe rantas, malang – malang patung, sekali NKRI tetap Indonesia, sekali merdeka tetap berpegang teguh pada Ideologi dan Pancasila.
Aas nama Bangsa Indonesia, para pahlawan serta leluhur bangsa dan seluruh rakyat yang berjiwa patriot.
MERDEKA!!!
0 komentar: on "Boleh Ngga’ Aku Berprediksi ?"
Posting Komentar